Friday, August 12, 2016

Hujan dan Secangkir Kopi Panas


Pernah saya menanti Lars pulang mulai dari panas, hujan dan kembali kering.
Dia tidak juga kunjung datang, sampai larut, sampai pagi hampir menjelang. Tidak ada hujan di hari-hari kepergiannya. Tidak di hari pertama saya lalu tahu dia pergi selamanya, tidak di hari saya berada di Bali menyaksikan prosesi tutup jenazah untuk kemudian kami kirimkan ke Frankfurt, bahkan tidak di hari dimana saya tahu jenazahnya sudah tiba dipelukan Ibunda. Mungkin langit sudah kehilangan tenaganya, tidak sanggup lagi kalau harus terus-menerus melihat air mata di pipi tidak kunjung henti. Tidak juga keringat, dari badan yang terlalu lelah dan takut, takut kalau berita kematiannya benar-benar nyata. Takut kalau kekasihnya sungguh tidak akan pernah kembali.

Tetapi langit menjadi kawan setia, waktu dia, lelaki yang saya mulai jatuh hati, saya dapati membagi kasihnya kepada orang lain. Mungkin memang hanya langit yang setia, hujan tidak membiarkan saya menangis lagi, karena sudah diwakilkan. Berdoa saja, katanya langit, kalau memang dia harus kamu lepaskan, maka lepaskan saja. Tidak akan pernah ada satu alasanpun untuk bertahan, tidak siapapun. Maka langit memutuskan untuk mewakilkan hujan sebagai air mata yang mungkin tidak layak jatuh, meski hanya setetes. Kala itu, kalau memang cinta adalah tempat untuk berteduh, saya rela berlari saat hujan.

Sudah hujan, sayang. Maka jangan menangis lagi :’)

Bahkan ketika hujan mengantarkan saya pada tubuh yang menggigil, tidak pernah saya tidak jatuh hati. Hari itu, beberapa jam setelah saya pergi pamit kembali ke Jakarta, ada hujan yang terlalu deras. Ada mereka yang takut basah dan ada kendaraan yang takut beroperasi. Saya, lari dalam hujan, menyatu dengan setiap alirannya. Dingin, sama seperti hati kamu saat ini. Kalau hanya hujan dan demam, saya masih sanggup. Tapi kalau hati yang dingin penuh rasa benci, lebih baik kita pergi.

Hujan kali itu, barangkali yang terbaik. Perjalanan menuju ke salah satu toko kopi favorit di hari pertama berusia dua puluh delapan diiringi hujan. Tuhan memberkati setiap hati yang mau bangkit. Tuhan berikan rejeki bagi diri yang mengalami masa sulit. Secangkir kopi panas (tanpa gula rendah kalori), hari itu, adalah momen terbaik untuk memulai usia yang baik. Makan malam yang baik dengan salah satu teman baik, untuk segala sesuatu yang lebih baik.

Sudah hujan, sayang. Maka jangan menangis lagi :’)

 ...

No comments:

Post a Comment